Sosial Budaya

Analisa dari segi Sosial Budaya




Desa ini memiliki potensi budaya yang hingga saat ini masih dilestarikan dalam bentuk rumah tradisional yang membedakan desa ini dari desa-desa yang lainnya. Perlu diketahui, Desa Penglipuran adalah salah satu desa tradisional atau desa tua di Bali atau sering disebut Bali Aga atau Bali Mula. Tradisi begitu kukuh dipegang oleh masyarakatnya, terutama yang berkaitan dengan penataan pekarangan rumah. Di tengah gempuran arus modernisasi, keteguhan masyarakat Pengelipuran tampak dari rapinya penataan kawasan hunian masyarakat setempat.

Ada beberapa hal yang unik dari Desa Adat Penglipuran yang merupakan ciri khas dari desa tersebut. Keunikan inilah yang menyebabkan Desa Penglipuran memiliki potensi budaya yang menimbulkan daya tarik bagi para wisatawan. Keunikan tersebut adalah dari bentuk bangunan yang seragam, masyarakat yang anti poligami, sistem adat, tata ruang desa,bentuk bangunan dan topografi, upacara kematian (ngaben), stratifikasi social, mata pencaharian. Keunikan-keunikan tersebutlah yang menjadi pembeda antara desa Penglipuran dengan desa-desa yang lainnya.

ANTINYA POLIGAMI
Selain keseragaman bentuk bangunan, desa yang terletak pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut ini juga memiliki sejumlah aturan adat dan tradisi unik lainnya. Salah satunya, pantangan bagi kaum lelakinya untuk beristri lebih dari satu atau berpoligami. Lelaki Penglipuran diharuskan menerapkan hidup monogami yakni hanya memiliki seorang istri. Pantangan berpoligami ini diatur dalam peraturan (awig-awig) desa adat. Dalam bab perkawinan (pawos pawiwahan) awig-awig itu disebutkan, krama Desa Adat Penglipuran tan kadadosang madue istri langkung ring asiki. Artinya, krama Desa Adat Penglipuran tidak diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu. Jika ada lelaki Penglipuran beristri yang coba-coba merasa bisa berlaku adil dan menikahi wanita lain, maka lelaki tersebut akan dikucilkan di sebuah tempat yang diberi nama Karang Memadu. Karang artinya tempat danmemadu artinya berpoligami. Jadi, Karang Memadu merupakan sebutan untuk tempat bagi orang yang berpoligami. Karang Memadu merupakan sebidang lahan kosong di ujung Selatan desa.

Penduduk desa akan membuatkan si pelanggar itu sebuah gubuk sebagai tempat tinggal bersama istrinya. Dia hanya boleh melintasi jalan-jalan tertentu di wilayah desa. Artinya, suami-istri ini ruang geraknya di desa akan terbatas. Tidak hanya itu, pernikahan orang yang berpoligami itu juga tidak akan dilegitimasi oleh desa, upacaranya pernikahannya tidak dipimpin oleh Jero Kubayan yang merupakan pemimpin tertinggi di desa dalam pelaksanaan upacara adat dan agama. Implikasinya, karena pernikahan itu dianggap tidak sah maka orang tersebut juga dilarang untuk bersembahyang di pura-pura yang menjadi emongan (tanggung jawab) desa adat. Mereka hanya diperbolehkan sembanyang di tempat mereka sendiri.

SISTEM ADAT
Di desa Panglipuran terdapat dua sistem dalam pemerintahan yaitu menurut sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan RW, dan sistem yang otonom atau Desa adat.Kedudukan desa adat maupun desa formal berdiri sendiri-sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat mempunyai aturan-aturan tersendiri menurut adat istiadat di daerah panglipuran dengan catatan aturan tersebut tidak bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang pemerintah. Undang-undang atau aturan yang ada di desa panglipuran disebut dengan awig-awig. Awig-awigtersebut merupakan implementasi dari landasan operasionalmasyarakat panglipuran yaitu Tri Hita Karana. Tri Hita Karana tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Parhyangan adalah hubungan manusia dan tuhan. Meliputi penentuan hari suci, tempat suci dan lain-lain.
2. Pawongan adalah hubungan manusia dan manusia. Meliputi hubungan masyarakat panglipuran dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan dengan orang yang beda agama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya meliputi sistem perkawinan,organisasi, perwarisan dan lain-lain.
3. Palemahan  adalah hubungan manusia dan ligkungan, masyarakat Desa Penglipuran diajarkan untuk mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran kalau desa panglipuran terlihat begitu asri. Dan memang pada umumnya masyarakat di Bali sangat cinta terhadap alam, mereka menganggap manusia adalah makhluk yang paling mulia dibandingkan hewan dan tumbuhan, sehingga manusia bertugas menjaga alam semesta ini. Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat jelas di Penglipuran dan daerah lain di Bali. Nilai estetika yang ditimbulkan dari hubungan dari hubungan yang selaras dan serasi sudah menyatu dalam proses alami yang terjadi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, visualisasi estetika pada kawasan ini bukan merupakan barang langka yang sulit dicari, melainkan sudah menyatu dalam tata lingkungannya.



STRATIFIKASI SOSIAL

Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta, yaitu Kasta Sudra, jadi di Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja, ada seseorang yang diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat.Pada saat ini, ketua adat yang masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat tersebut dilakukan lima tahun sekali.


KORBAN SUCI

Masyarakat adat Desa Penglipuran juga memiliki tradisi unik saat ada yang meninggal. Saat penguburan orang meninggal, warga selalu menyembelih 1 ekor sapi sebagai korban suci. Perbedaan antara jenazah laki-laki dan perempuan yaitu jenazah laki-laki diletakkan tengkurap dan jenazah wanita diletakkan tengadah.
Potensi hutan bambu di sini memiliki fungsi ekologis yaitu mampu menahan tanah dari longsor. Secara ekonomis, bambu berfungsi dalam pembuatan atap sirat bambu. Selain itu umat Hindu dari lahir sampai mati pun tetap memerlukan bambu.
Adapun aturan adat yang disepakati berupa larangan tidak boleh menaruh jemuran di depan rumah serta tidak boleh keluar rumah pukul 9 malam hingga 5 pagi. Cermin persatuan kesatuan warga tercermin dari kondisi setiap rumah saling berdampingan dan ada jalan di samping rumah menuju rumah sebelah.

Inilah yang menyebabkan Desa Penglipuran begitu unik di tengah-tengah kondisi masyarakat modern perkotaan. Mereka tidak pernah khawatir tetangga sebelah bila ada kasus pencurian walaupun di setiap rumah terdapat pintu di sebelahnya. Penglipuran memang menyimpan banyak hal berbeda dengan kondisi masyarakat saat ini.
Begitulah beberapa kehidupan dan kebudayaan di desa Penglipuran sisanya bisa dicari dari sumber refrensi lainnya yang tidak bisa kita tampilkan semuanya


Sumber Refrensi:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SWOT

Lingkungan

Pengenalan